5 Hikmah dari Pernikahan - Lewat lisan Nabi Muhammad kita dapati sabdanya: “Nikah itu sunnahku, siapa yang tidak suka sunnahku dia bukan dari golonganku.” (HR. Abu Ya`la)
Dari Imam Ahmad bin Hanbal, kita peroleh kisah yang membawa semangat
untuk menikah. Dua hari lepas kemangkatan sang istri, beliau
melangsungkan pernikahan yang berikutnya. Oleh orang-orang di sekitarnya
beliau ditanya tentang hal tersebut. Dengan tenang beliau memberikan
jawaban sederhana, “Aku tidak ingin dikatakan duda tanpa istri karena
hal itu berarti telah meninggalkan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wassallam.”
Secara sederhana, setidaknya ada 5 (lima) hikmah di balik perintah menikah dalam Islam.
Pertama, sebagai wadah birahi manusia yang halal
Allah ciptakan manusia dengan menyisipkan hawa nafsu dalam dirinya. Ada
kalanya nafsu bereaksi positif dan ada kalanya negatif. Manusia yang
tidak bisa mengendalikan nafsu birahi dan menempatakannya sesuai wadah
yang telah ditentukan, akan sangat mudah terjebak pada ajang baku
syahwat terlarang. Pintu pernikahan adalah sarana yang tepat nan jitu
dalam mewadahi aspirasi nulari normal seorang anak keturunan Adam.
Hubungan biologis antara laki dan perempuan dalam ikatan suci pernikahan
terhitung sebagai sedekah. Seperti diungkap oleh Rasul dalam haditsnya,
“Dan persetubuhan salah seorang di
antara kamu (dengan istrinya) adalah sedekah.” “Wahai Rasulullah, apakah
(jika) salah seorang di antara kami memenuhi syahwatnya, ia mendapat
pahala?” Rasulullah menjawab, “Tahukah engkau jika seseorang memenuhi
syahwatnya pada yang haram, dia berdosa, demikian pula jika ia memenuhi
syahwatnya itu pada yang halal, ia mendapat pahala.” (HR. Muslim)
Kedua, meneguhkan moralitas yang luhur
Dengan menikah dua anak manusia yang berlawanan jenis tengah berusaha
dan selalu berupaya membentengi serta menjaga harkat dan martabatnya
sebagai hamba Allah. Akhlak dalam Islam sangatlah penting. Lenyapnya
akhlak dari diri seseorang merupakan lonceng kebinasaan, bukan saja bagi
dirinya bahkan bagi suatu bangsa.
Kenyataan yang ada selama ini menunjukkkan gejala tidak baik, ditandai
merosotnya moral sebagian kawula muda dalam pergaulan. Percintaan
berujung pada hubungan intim di luar pernikahan, melahirkan bayi-bayi
yang tidak berdosa tanpa diinginkan oleh mereka yang melahirkannya.
Angka aborsi semakin tinggi. Akibatnya, kerusakan para pemuda dewasa ini
semakin parah.
Jauh sebelumnya, Nabi telah memberikan suntikan motivasi kepada para pemuda untuk menikah, “Wahai
para pemuda, barangsiapa sudah memiliki kemampuan untuk menafkahi, maka
hendaknya ia menikah, karena menikah dapat meredam keliaran pandangan,
pemelihara kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, hendaknya ia
berpuasa,
sebab puasa adalah sebaik-baik benteng diri.” (HR. Bukhari-Muslim)
sebab puasa adalah sebaik-baik benteng diri.” (HR. Bukhari-Muslim)
Ketiga, membangun rumah tangga Islami
Slogan “sakinah, mawaddah, wa rahmah” tidak akan menjadi kenyataan jika
tanpa dilalui proses menikah. Tidak ada kisah menawan dari insan-insan
terdahulu mapun sekarang, hingga mereka sukses mendidik putra-putri dan
keturunan bila tanpa menikah yang diteruskan dengan membangun biduk
rumah tangga Islami.
Layaknya perahu, rumah tangga kadang terombang-ambing oleh ombak di
lautan. Ada aral melintang. Ada kesulitan yang datang menghadang.
Semuanya adalah tantangan dan riak-riak yang berbanding lurus dengan
keteguhan sikap dan komitmen membangun rumah tangga ala Rasul dan
sahabatnya. Sabar dan syukur adalah kunci meraih hikmah ketiga ini.
Diriwayatkan, Sayidina Umar pernah memperoleh cobaan dalam membangun
rumah tangga. Suatu hari, seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju
kediaman Khalifah Umar bin Khatab. Ia ingin mengadu pada khalifah, tak
tahan dengan kecerewetan istrinya.
Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. Dari
dalam rumah terdengar istri Umar sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya
melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah kata
pun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan
istrinya yang sedang gundah.
Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.
Apa yang membuat seorang Umar bin Khatab yang disegani kawan maupun
lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Beliau berkata, “Wahai
saudaraku, istriku adalah yang memasak masakan untukku, mencuci
pakaian-pakaianku, menunaikan hajat-hajatku, menyusui anak-anakku. Jika
beberapa kali ia berbuat tidak baik kepada kita, janganlah kita hanya
mengingat keburukannya dan melupakan kebaikannya.” Oleh karena itu,
pasangan yang ingin membangun rumah tangga islami mesti menyertakan
prinsip kesalehan dalam hari-harinya.
Keempat, memotivasi semangat dalam beribadah
Risalah Islam tegas memberikan keterangan pada umat manusia, bahwa
tidaklah mereka diciptakan oleh Allah kecuali untuk bersembah sujud,
beribadah kepada-Nya. Dengan menikah, diharapkan pasangan saling
mengingatkan kesalahan dan kealpaan masing-masing. Dengan menikah satu
sama lain memberi nasihat untuk menunaikan hak Allah dan Rasul-Nya,
shalat, mengajarkan Al Quran, dan sebagainya.
Kelima, melahirkan keturunan/generasi yang baik
Hikmah menikah adalah melahirkan anak-anak yang shalih, berkualitas
dalam iman dan takwa, cerdas secara spiritual, emosianal, maupun
intelektual. Sehingga dengan menikah, orangtua bertanggung jawab dalam
mendidik anak-anaknya sebagai generasi yang bertakwa dan beriman kepada
Allah. Tanpa pendidikan yang baik tentulah tak akan mampu melahirkan
generasi yang baik.
Lima hikmah menikah di atas merupakan satu sisi dari sekian banyak aspek
di balik titah menikah yang digaungkan Islam. Saatnya, muda-mudi
berpikir keras, mencari jodoh yang baik, bermusyawarah dengan Allah dan
keluarga, cari dan temukan pasangan yang beriman, berperangai mulia,
lalu menikahlah dan nikmati hikmah-hikmahnya.
No comments:
Post a Comment